Belum banyak orang yang mengetahui detil penyakit thalassaemia. Tidak sepopuler penyakit jantung, tapi thalassaemia justru lebih mematikan dan belum bisa disembuhkan hingga saat ini. Apalagi, jumlah pengidap penyakit bawaan ini semakin meningkat.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, saat ini terdapat 7 persen penduduk dunia membawa sifat thalassaemia. Lalu, hampir 10 persen penduduk Indonesia merupakan pembawa sifat penyakit ini, bahkan mungkin lebih besar jumlahnya.
Thalassaemia adalah penyakit keturunan karena adanya kelainan genetik pada gen globin alpha dan atau globin beta sehingga rantai globin tidak terbentuk sempurna. Akibatnya, produksi hemoglobin berkurang. Sehingga, usia sel darah merah jadi lebih pendek karena mudah rusak.
Secara genetis, thalassaemia dibagi menjadi dua. Yaitu thalassaemia alpha, yang terjadi pada globin alpa dan thalassaemia beta, yang terjadi pada globin beta. Di Indonesia sendiri, lebih sering ditemukan penderita dengan thalassaemia beta.
Berdasarkan derajat kelainannya, thalassaemia dibedakan menjadi thalassaemia mayor dan minor. Penderita thalassaemia mayor memerlukan transfusi darah 2 bulan sekali atau satu bulan sekali tergantung kadar Hb dalam darahnya. Selain itu, dibutuhkan juga penggunaan obat kelasi besi untuk menetralisir kelebihan zat besi dalam tubuh. Karena, kelebihan zat besi dapat merusak organ tubuh mereka.
"Dalam satu hari, manusia memerlukan satu miligram zat besi, jika berlebihan, sisanya akan menumpuk di organ-organ tubuh. Timbunan zat besi pada organ akan mengganggu kinerja organ tersebut, organ pun menjadi lemah," ujar Elva Aprilia Nasution, Product Specialist Thalassaemia Prodia, saat ditemui di Jakarta.
Timbunan zat besi kerap kali ditemukan pada jantung. Inilah penyebab mayoritas pengidap thalassaemia mayor meninggal karena lemah jantung atau penyakit jantung, selain karena HIV dan hepatitis akibat tranfusi darah yang tidak benar.
Orang dengan thalassaemia mayor memiliki ciri-ciri berwajah pucat serta limpa membesar akibat besarnya sel darah merah yang dibuang. Termasuk perubahan bentuk muka seperti penonjolan tulang dan lebam, bercak-bercak hitam pada kulit karena timbunan zat besi, gangguan pertumbuhan, dan menderita gizi buruk.
Berbeda dengan thalassaemia mayor, orang dengan thalassaemia minor hanya membawa sifat thalassaemia dan tidak menderita penyakit. Akan tetapi, orang dengan thalassemia minor atau disebut pembawa sifat thalassaemia dapat menghasilkan anak thalassaemia mayor jika menikah dengan orang yang juga pembawa sifat.
Penyakit ini adalah penyakit turunan yang tidak dapat disembuhkan. Dan, dapat menular pada keturunan selanjutnya, maka pencegahan hanya dapat dilakukan dengan menghindari perkawinan sesama pembawa sifat.
Pengobatan untuk penyakit thalassaemia termasuk mahal. Menurut data dari laboratorium medis, Prodia, satu orang anak dapat menghabiskan Rp200-300 juta per tahun. Biaya ini sudah termasuk biaya transfusi darah dan obat kelasi besi. Jika tidak dilakukan pengobatan, anak dengan thalassaemia mayor hanya dapat bertahan beberapa bulan saja atau paling lama 2 tahun.
Bagaimana pencegahannya?
Sebelum menikah, pasangan dianjurkan untuk melakukan tes kesehatan melalui pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah mereka membawa sifat atau tidak. Jika sesama pembawa thalassaemia menikah, mereka akan memiliki kemungkinan anak 25 persen normal, 50 persen pembawa sifat, dan 25 persen thalassaemia mayor.
Kemungkinan ini terjadi secara beracak. Jika sudah terlanjur hamil, ibu harus menjalani tes pranatal pada usia kehamilan 2 bulan untuk mengetahui kondisi jabang bayi. Jika ternyata bayi menderita thalassaemia mayor, pasangan tersebut diberikan pilihan mempertahankan kehamilan atau menggugurkannya.
Lalu, jika salah satu pasangan adalah penderita thalassaemia mayor dan yang lainnya adalah pembawa sifat, maka mereka akan menghasilkan kemungkinan anak 50 persen thalassaemia mayor, dan 50 persen pembawa sifat. Kedua kondisi di atas sangat tidak dianjurkan untuk memiliki anak kandung.
Namun, jika salah satu dari pasangan menikah adalah pembawa sifat, sedangkan yang lainnya normal, maka mereka memiliki kemungkinan punya anak 50 persen pembawa sifat dan 50 persen normal. Bagi seseorang dengan thalassaemia mayor yang menikah dengan orang normal maka mereka akan memiliki kemungkinan punya anak 100 persen pembawa sifat.
Kedua kondisi tersebut masih bisa memiliki anak kandung. Untuk menghindari hal ini dan sebagai langkah awal pencegahan, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting dilakukan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, saat ini terdapat 7 persen penduduk dunia membawa sifat thalassaemia. Lalu, hampir 10 persen penduduk Indonesia merupakan pembawa sifat penyakit ini, bahkan mungkin lebih besar jumlahnya.
Thalassaemia adalah penyakit keturunan karena adanya kelainan genetik pada gen globin alpha dan atau globin beta sehingga rantai globin tidak terbentuk sempurna. Akibatnya, produksi hemoglobin berkurang. Sehingga, usia sel darah merah jadi lebih pendek karena mudah rusak.
Secara genetis, thalassaemia dibagi menjadi dua. Yaitu thalassaemia alpha, yang terjadi pada globin alpa dan thalassaemia beta, yang terjadi pada globin beta. Di Indonesia sendiri, lebih sering ditemukan penderita dengan thalassaemia beta.
Berdasarkan derajat kelainannya, thalassaemia dibedakan menjadi thalassaemia mayor dan minor. Penderita thalassaemia mayor memerlukan transfusi darah 2 bulan sekali atau satu bulan sekali tergantung kadar Hb dalam darahnya. Selain itu, dibutuhkan juga penggunaan obat kelasi besi untuk menetralisir kelebihan zat besi dalam tubuh. Karena, kelebihan zat besi dapat merusak organ tubuh mereka.
"Dalam satu hari, manusia memerlukan satu miligram zat besi, jika berlebihan, sisanya akan menumpuk di organ-organ tubuh. Timbunan zat besi pada organ akan mengganggu kinerja organ tersebut, organ pun menjadi lemah," ujar Elva Aprilia Nasution, Product Specialist Thalassaemia Prodia, saat ditemui di Jakarta.
Timbunan zat besi kerap kali ditemukan pada jantung. Inilah penyebab mayoritas pengidap thalassaemia mayor meninggal karena lemah jantung atau penyakit jantung, selain karena HIV dan hepatitis akibat tranfusi darah yang tidak benar.
Orang dengan thalassaemia mayor memiliki ciri-ciri berwajah pucat serta limpa membesar akibat besarnya sel darah merah yang dibuang. Termasuk perubahan bentuk muka seperti penonjolan tulang dan lebam, bercak-bercak hitam pada kulit karena timbunan zat besi, gangguan pertumbuhan, dan menderita gizi buruk.
Berbeda dengan thalassaemia mayor, orang dengan thalassaemia minor hanya membawa sifat thalassaemia dan tidak menderita penyakit. Akan tetapi, orang dengan thalassemia minor atau disebut pembawa sifat thalassaemia dapat menghasilkan anak thalassaemia mayor jika menikah dengan orang yang juga pembawa sifat.
Penyakit ini adalah penyakit turunan yang tidak dapat disembuhkan. Dan, dapat menular pada keturunan selanjutnya, maka pencegahan hanya dapat dilakukan dengan menghindari perkawinan sesama pembawa sifat.
Pengobatan untuk penyakit thalassaemia termasuk mahal. Menurut data dari laboratorium medis, Prodia, satu orang anak dapat menghabiskan Rp200-300 juta per tahun. Biaya ini sudah termasuk biaya transfusi darah dan obat kelasi besi. Jika tidak dilakukan pengobatan, anak dengan thalassaemia mayor hanya dapat bertahan beberapa bulan saja atau paling lama 2 tahun.
Bagaimana pencegahannya?
Sebelum menikah, pasangan dianjurkan untuk melakukan tes kesehatan melalui pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah mereka membawa sifat atau tidak. Jika sesama pembawa thalassaemia menikah, mereka akan memiliki kemungkinan anak 25 persen normal, 50 persen pembawa sifat, dan 25 persen thalassaemia mayor.
Kemungkinan ini terjadi secara beracak. Jika sudah terlanjur hamil, ibu harus menjalani tes pranatal pada usia kehamilan 2 bulan untuk mengetahui kondisi jabang bayi. Jika ternyata bayi menderita thalassaemia mayor, pasangan tersebut diberikan pilihan mempertahankan kehamilan atau menggugurkannya.
Lalu, jika salah satu pasangan adalah penderita thalassaemia mayor dan yang lainnya adalah pembawa sifat, maka mereka akan menghasilkan kemungkinan anak 50 persen thalassaemia mayor, dan 50 persen pembawa sifat. Kedua kondisi di atas sangat tidak dianjurkan untuk memiliki anak kandung.
Namun, jika salah satu dari pasangan menikah adalah pembawa sifat, sedangkan yang lainnya normal, maka mereka memiliki kemungkinan punya anak 50 persen pembawa sifat dan 50 persen normal. Bagi seseorang dengan thalassaemia mayor yang menikah dengan orang normal maka mereka akan memiliki kemungkinan punya anak 100 persen pembawa sifat.
Kedua kondisi tersebut masih bisa memiliki anak kandung. Untuk menghindari hal ini dan sebagai langkah awal pencegahan, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar